TeknologiTeknologi Populer

Legok Nangka: Solusi Hijau untuk Energi Jawa Barat

Oleh: Fauzan Akbar Nugraha, Muhammad Rizki Gumelar, dan Ratri Adhilestari

Energi terbarukan bukan lagi wacana masa depan—ia adalah kebutuhan hari ini

Energi fosil seharusnya tidak bisa dilakukan secara terus menerus dikarenakan energi tersebut  merupakan energi yang tidak dapat diperbarui dan akan habis seiring penggunaan yang terus menerus dilakukan, sehingga kita tidak bisa terus-menerus bergantung pada energi fosil. Dampaknya terhadap lingkungan, krisis iklim, dan beban biaya operasional membuat energi konvensional makin tidak relevan.

Di sisi lain, Jawa Barat sebagai provinsi dengan populasi besar, membutuhkan pasokan listrik yang stabil dan berkelanjutan. Maka, perlu adanya solusi yang potensial untuk menanggulangi ketergantungan tersebut. Ya, benar sekali, transisi dari energi fosil ke energi terbarukan akan menjadi opsi yang bermanfaat sekaligus menguntungkan. Meskipun kebanyakan orang masih skeptis dengan opsi ini, setidaknya ini bukan hanya sebuah mimpi akan tetapi keniscayaan bahwa ini bisa diterapkan dan direalisasikan.


Tantangan Energi dan Sampah di Jawa Barat

Jawa Barat menghadapi dua masalah besar sekaligus: kebutuhan energi yang terus meningkat, dan volume sampah yang makin menggunung. Sampah bukan hanya problem lingkungan, tapi juga energi yang terbuang. Menurut data Kementerian ESDM (2023), pertumbuhan konsumsi listrik di Jawa Barat terus naik, sementara sumber energi lokal masih terbatas. Di saat bersamaan, sistem pengelolaan sampah di wilayah ini belum optimal.

Pendekatan konvensional dengan membangun pembangkit listrik besar berbasis batu bara bukanlah solusi jangka panjang. Selain menimbulkan emisi, biaya dan waktu pembangunannya tidak sebanding dengan kebutuhan mendesak masyarakat. Dibutuhkan solusi yang cepat, hijau, dan lokal.


PLTSa Legok Nangka: Fakta dan Potensi

Pertama, Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa) Legok Nangka direncanakan beroperasi pada 2026 dengan kapasitas 40,79 MW dari kapasitas 2.131 ton sampah per hari. Sampah-sampah yang diambil berada di 6 lokasi Kabupaten/Kota yang ada di Jawa Barat, diantaranya ialah Kab. Bandung, Kota Bandung, Kab. Sumedang, Kota Cimahi, Kab. Bandung Barat, dan Kab. Garut. Lokasinya yang berada di Kabupaten Bandung menjadi salah satu proyek strategis Provinsi. Simulasi menggunakan perangkat lunak EnergyPLAN menunjukkan bahwa PLTSa ini mampu menghasilkan sekitar 0,36 TWh per tahun.

Kedua, data dari Website Global Solar Atlas juga digunakan untuk menyelaraskan data simulasi dengan kondisi sebenarnya di Cibeunying, Bandung. Ini membuktikan bahwa pendekatan berbasis data dapat mengarahkan kebijakan yang lebih presisi dan efektif.

Ketiga, analisis dilakukan dengan membandingkan dua skenario kondisi pembangkit listrik yang ada di Jawa Barat: tanpa PLTSa dan dengan PLTSa. Hasilnya menunjukkan kontribusi signifikan dari pembangkit ini dalam menambah kapasitas pasokan listrik dan menurunkan impor listrik dari luar Jawa Barat.


Bagaimana Teknik Pengelolaan Sampah menjadi Waste to Energy ?

Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa) dengan teknologi Moving Grate Incinerator dan pemanfaatan Refuse-Derived Fuel (RDF) kini menjadi solusi inovatif untuk mengatasi masalah sampah sekaligus memenuhi kebutuhan energi di Indonesia, khususnya di Bandung. Proses pengelolaan ini dimulai dengan pengolahan limbah padat perkotaan menjadi RDF. Sampah yang masuk akan melalui pemilahan awal, pencacahan, dan pengeringan untuk menghasilkan bahan bakar padat yang homogen serta efisien. Hasilnya adalah RDF, sebuah sumber energi terbarukan yang siap dibakar secara optimal di dalam tungku pembakaran.

Selanjutnya, proses Waste-to-Energy berlangsung di dalam Moving Grate Incinerator. RDF secara otomatis diumpankan ke atas pemanggang bergerak yang berada di dalam tungku. Grate tersebut secara bertahap mengaduk dan memindahkan RDF melalui zona pengeringan, pembakaran utama, hingga pengabuan. Panas yang dihasilkan dari pembakaran RDF kemudian memanaskan air di dalam boiler, sehingga menghasilkan uap bertekanan tinggi. Uap ini selanjutnya memutar turbin yang terhubung ke generator, lalu generator tersebut memproduksi listrik. Sementara itu, gas buang melewati sistem pengolahan canggih untuk menghilangkan polutan sebelum dilepaskan ke atmosfer, dan abu sisa pembakaran ditangani sesuai standar lingkungan. Dengan demikian, PLTSa ini berfungsi efektif sebagai solusi pengelolaan sampah yang berkelanjutan.


Mengapa Ini Harus Didukung?

Pertama, PLTSa tidak hanya menyelesaikan masalah energi tetapi juga mengatasi persoalan sampah. Energi dari sampah adalah bentuk ekonomi sirkular yang ideal. Kita membuang lebih sedikit dan menghasilkan lebih banyak.

Kedua, proyek ini mencerminkan sinergi antara teknologi, kebijakan energi hijau, dan kebutuhan masyarakat. PLTSa Legok Nangka bukan hanya proyek infrastruktur, tapi juga simbol pergeseran paradigma ke arah pembangunan berkelanjutan.

Ketiga, proyek ini bisa menjadi model replikasi di kota-kota lain. Dengan menggunakan simulasi berbasis EnergyPLAN dan data lokal seperti distribusi solar, pemerintah bisa merancang kebijakan berbasis bukti, bukan asumsi.

Back to top button